Berita  

Kasus Bullying di China Menghebohkan, Siswa Terpaksa Konsumsi Kotoran Manusia

Kasus Bullying di China Menghebohkan, Siswa Terpaksa Konsumsi Kotoran Manusia
Ilustrasi kasus bullying yang terjadi di china. (Foto: Istockphoto.com)

Jkg-udayana.org, Beijing, ChinaMenurut Global Times, sebuah video yang memperlihatkan seorang siswa SMA di China yang diperlakukan tidak manusiawi oleh teman-temannya telah memicu gelombang kekhawatiran. Dilansir dari laman resmi Biro Pendidikan Longyan pada 31 Oktober, otoritas setempat telah memulai penyelidikan atas insiden tersebut. Di dalam video yang tersebar sejak 30 Oktober, terlihat siswa tersebut dipaksa mengonsumsi kotoran manusia di toilet sekolah.

Situasi ini memantik respons dari Biro Pendidikan Yongding, yang segera membentuk tim kerja untuk menangani kasus ini. Berdasarkan data dari media setempat, korban adalah pelajar dari Sekolah Qiaoyu yang terkenal dengan reputasinya sebagai “sekolah beradab” sejak didirikan tahun 1939. Kejadian ini terjadi di Distrik Yongding, Kota Longyan, Provinsi Fujian.

Tim kerja yang terbentuk telah berjanji untuk membagikan hasil penyelidikan kepada publik pada waktu yang dianggap tepat. Sementara itu, menurut seorang staf sekolah, layanan konseling psikologis telah diatur bagi korban. Komitmen untuk memperkuat pendidikan hukum dan keamanan juga telah dilakukan sebagai langkah preventif terhadap perundungan.

Pengumuman tersebut dilakukan sehari setelah video menjadi viral, di mana korban tampak dipaksa dan diancam oleh beberapa siswa lain. Kejadian yang bertentangan dengan citra sekolah tersebut menambah daftar kekhawatiran terhadap fenomena bullying di sekolah-sekolah Tiongkok.

Merujuk pada laman Global Times, salah satu siswa bahkan tampak menanyakan kepada korban apakah rasa kotoran tersebut enak, menunjukkan tingkat keparahan perlakuan yang diterima korban. Sebagai tanggapan terhadap kejadian ini, otoritas pendidikan setempat telah berjanji untuk meluncurkan kampanye melawan perundungan di sekolah-sekolah di seluruh distrik.

Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum dan keamanan dalam komunitas pendidikan. Masyarakat dan para orang tua kini menunggu hasil penyelidikan dan efektivitas dari langkah-langkah preventif yang dijanjikan oleh otoritas pendidikan.

Kepolisian Longyan Tangani Kasus Bullying; Masyarakat Diimbau Tidak Sebar Video

Kepolisian Longyan Tangani Kasus Bullying; Masyarakat Diimbau Tidak Sebar Video
Ilustrasi kepolisian china longyan sedang menangani kasus bullying siswa. (Foto: Pixabay.com)

Kepolisian Longyan telah menginformasikan pada tanggal 31 Oktober bahwa sebuah insiden bullying terjadi pada tanggal 26 Oktober. Menurut keterangan polisi, laporan tentang insiden tersebut baru diterima pada tanggal 30 Oktober.

Berdasarkan informasi dari kepolisian, setelah laporan diterima, langkah penyelidikan langsung diinisiasi. Proses identifikasi terhadap individu yang terlibat pun dilakukan. Di lansir dari laman resmi kepolisian, kejadian selengkapnya sedang diselidiki.

Dikabarkan, individu yang terlibat masih di bawah umur. Ini membuat polisi mematuhi regulasi yang ada dan tidak merilis detail lebih lanjut. Merujuk dari laman kepolisian, penanganan terhadap mereka akan sesuai peraturan perundang-undangan.

Polisi juga telah mengimbau masyarakat agar tidak menyebarluaskan video kejadian tersebut. Ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan keluarganya dari dampak negatif lebih lanjut.

Berdasarkan data dari media sosial, kejadian bullying ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan. Situs berita terkemuka melaporkan, kasus-kasus serupa telah sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Penerapan Hukum Terhadap Kasus Perundungan Siswa

Penerapan Hukum Terhadap Kasus Perundungan Siswa
Ilustrasi Hukum Perundungan Siswa. (Foto: Istockphoto.com)

Sistem hukum yang ada saat ini tampaknya kurang efektif dalam mengatasi masalah perundungan di kalangan siswa. Diungkap oleh sebuah postingan di Sina Weibo, terdapat kebutuhan mendesak untuk mengembangkan mekanisme hukum yang lebih kuat. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak di Bawah Umur Tiongkok, institusi pendidikan bertanggung jawab untuk mencegah perundungan.

Sekolah bertugas menciptakan lingkungan yang aman, memastikan disiplin ditegakkan. Tindakan perundungan yang parah wajib dilaporkan. Ini termasuk ke otoritas keamanan publik dan departemen pendidikan. Penanganannya harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Berdasarkan penelitian para ahli, lokasi tanpa pengawasan seperti toilet dan koridor sering menjadi tempat perundungan. Merujuk dari laman resmi lembaga pendidikan, terdapat rekomendasi bagi sekolah. Saran itu adalah untuk memasang tombol darurat di area-area rawan tersebut. Hal ini diharapkan dapat mempercepat respons saat terjadi insiden.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kasus perundungan dapat diminimalisir. Serta mampu menciptakan lingkungan sekolah yang lebih kondusif untuk semua siswa.

Kekerasan Anak di Tiongkok Utara: Kasus Pemaksaan Konsumsi Kotoran

Di kota Jiexiu, Provinsi Shanxi, Tiongkok Utara, terjadi insiden memilukan yang menimpa seorang anak berumur 12 tahun, bermarga Li. Di lansir dari laman resmi Global Times China, insiden yang berlangsung pada Juni lalu menunjukkan Li dipaksa mengonsumsi kotoran oleh tiga anak lain, berumur 11 hingga 12 tahun.

Sebuah rekaman video yang menyebar luas memperlihatkan Li duduk di tanah, berupaya memakan kotoran. Menurut laporan CCTV News, saat Li mencoba meludahkannya, ia tampak ketakutan, berujar akan menelan kotoran tersebut.

Ironisnya, para pelaku perundungan mengunggah video tersebut ke internet, seperti dikutip dari Shanghai Daily. Merujuk dari laman berita Xinhua, pihak berwenang menyatakan pelaku tidak dapat dihukum karena masih di bawah umur.

Berdasarkan data Legal Daily China, aturan hukum setempat menuntut wali dari anak-anak di bawah umur untuk memberi kompensasi bila terjadi insiden serupa. Jika perundungan terjadi di sekolah, wali harus bertanggung jawab hukum atas dampak yang terjadi.

Berdasarkan laporan South China Morning Post, Li akhirnya menerima kompensasi 45.000 yuan, atau setara dengan Rp97 juta. Kejadian ini menambah daftar panjang kasus kekerasan pada anak yang menuntut perhatian serius dari berbagai pihak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *