Bisnis  

OJK Luncurkan Pedoman Baru untuk Tangani Lonjakan Kasus Pinjol Ilegal

OJK Luncurkan Pedoman Baru untuk Tangani Lonjakan Kasus Pinjol Ilegal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan signifikan dalam aduan terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). (Dok: Detik News)

Jkg-udayana.org, JAKARTAOtoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan signifikan dalam aduan terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Berdasarkan data survei nasional literasi dan inklusi tahun 2022, ditemukan bahwa pengetahuan dan penggunaan layanan ini oleh masyarakat masih rendah.

Kepala Eksekutif PVML OJK, Agusman, mengungkapkan bahwa maraknya kasus pinjaman online (pinjol) ilegal beriringan dengan peningkatan aduan. Hal ini diungkapkannya dalam peluncuran Roadmap Pengembangan LPBBTI, dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com (11/11/2023).

Merespons situasi ini, OJK menerbitkan Surat Edaran No. 19/SEOJK/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI pada 8 November 2023. Aturan ini diharapkan memperkuat landasan hukum untuk regulasi layanan ini.

Agusman menekankan pentingnya roadmap untuk menentukan arah pengembangan dan penguatan industri LPBBTI. Ini termasuk dalam peningkatan kontribusi sektor keuangan, khususnya pembiayaan UMKM.

Selain itu, dalam penyusunan roadmap LPBBTI 2023-2028, OJK melibatkan berbagai stakeholder, baik internal maupun eksternal. Tujuannya adalah untuk memperbaiki dan mendorong kontribusi industri ini terhadap ekonomi nasional.

Pengaturan Baru OJK, Batas Bunga Pinjaman Fintech untuk Dorong Produktivitas

Pengaturan Baru OJK, Batas Bunga Pinjaman Fintech untuk Dorong Produktivitas
Gedung Pusat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta. (Dok: ojk.go.id)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengeluarkan surat edaran yang menetapkan batas maksimum bunga pinjaman bagi industri fintech peer-to-peer lending, atau pinjaman online (pinjol). Menurut OJK, peraturan ini akan diterapkan secara bertahap dari tahun 2024 hingga 2026.

Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), batasan bunga pinjaman sebelumnya adalah 0,4 persen per hari. Namun, sesuai dengan surat edaran OJK, batas ini akan diturunkan menjadi 0,3 persen pada tahun 2024, dan kemudian secara bertahap hingga mencapai 0,1 persen per hari pada tahun 2026.

Untuk pinjaman konsumtif, Agusman, seorang pakar ekonomi, mengatakan bahwa mulai Januari 2024, bunga akan ditetapkan sebesar 0,3 persen per hari, kemudian turun menjadi 0,2 persen pada 2025, dan akhirnya 0,1 persen per hari mulai 2026.

Sementara itu, untuk pinjaman produktif, bunga akan ditetapkan pada 0,1 persen per hari selama tahun 2024 dan 2025, lalu menurun menjadi 0,067 persen per hari mulai tahun 2026. Agusman menekankan, alasan di balik batas bunga yang lebih rendah untuk pinjaman produktif adalah untuk mendorong UMKM agar lebih produktif dalam memperoleh pendanaan.

Agusman menjelaskan, tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong aktivitas produktif, khususnya di kalangan UMKM, yang selama ini menghadapi kendala tingginya biaya pendanaan.

Aturan Baru Denda Keterlambatan

Pemerintah mengumumkan perubahan aturan terkait denda keterlambatan dalam perjanjian pendanaan, efektif mulai tahun 2024. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dari beban finansial yang berlebihan. Denda yang dikenakan kini dibatasi sehingga total manfaat ekonomi dan denda tidak melebihi 100% dari nilai pendanaan.

Mulai 2024, denda keterlambatan untuk pendanaan konsumtif ditetapkan maksimum 0,3% per hari. Angka ini akan turun menjadi 0,2% per hari pada 2025, dan lebih lanjut menjadi 0,1% per hari mulai 2026. Kebijakan ini diharapkan meringankan beban para konsumen yang mengalami keterlambatan pembayaran.

Untuk pendanaan produktif, aturan denda juga mengalami perubahan. Pada tahun 2024-2025, denda keterlambatan ditetapkan sebesar 0,1% per hari. Kemudian, pada tahun 2026 dan seterusnya, denda akan dikurangi menjadi 0,067% per hari. Perubahan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendukung pertumbuhan sektor produktif dengan ketentuan yang lebih lunak.

Menurut analisis dari Universitas Ekonomi Terkemuka, langkah ini dianggap sebagai langkah progresif yang sejalan dengan standar internasional dalam melindungi hak-hak konsumen. Diharapkan, ini akan mendorong praktik pemberian kredit yang lebih adil dan transparan di sektor finansial.

Di lansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengatur sektor pendanaan lebih ketat. Dengan regulasi yang lebih jelas, diharapkan tercipta lingkungan bisnis yang sehat dan berkelanjutan, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri keuangan.

Pengaturan Penagihan Fintech Lending

Dikutip dari Antara, Agusman, seorang pejabat terkemuka, mengungkapkan bahwa penagihan dana oleh industri fintech peer-to-peer lending kini diatur ketat. Tujuannya adalah untuk menjaga kinerja industri agar terus berkembang dengan sehat. “Penagihan, baik yang dilakukan langsung oleh penyelenggara maupun pihak ketiga, harus mengikuti etika penagihan yang sudah ditetapkan,” ujar Agusman.

Agusman menambahkan, etika penagihan ini melarang penggunaan ancaman, intimidasi, dan diskriminasi berdasarkan Suku, Agama, Rasa, dan Antar Golongan (SARA). Penagihan juga dibatasi hanya sampai jam 8 malam. “Ini dilakukan untuk menjaga agar penagihan tidak mengganggu kenyamanan dan privasi debitur,” kata dia.

Berbicara mengenai tanggung jawab penyelenggara, Agusman menegaskan bahwa mereka harus bertanggung jawab atas dampak kerjasama dengan pihak ketiga dalam penagihan. Ini merupakan upaya pencegahan agar kasus tragis yang berkaitan dengan pinjaman online, seperti bunuh diri, tidak terjadi lagi. “Kami berkomitmen untuk menjaga industri ini agar tetap bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian,” tegasnya.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akan ada pembatasan sumber pinjaman bagi peminjam. Peminjam hanya diperbolehkan meminjam dari maksimal tiga platform pinjol. “Ini bertujuan untuk mencegah praktik berbahaya seperti gali lubang tutup lubang dalam penggunaan pinjol,” ujar Agusman. Pembatasan ini diharapkan dapat melindungi konsumen dari risiko keuangan yang tidak terkendali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *