Bisnis  

Konflik Israel-Hamas Berpotensi Pengaruhi Ekonomi Eropa

Konflik Israel-Hamas Berpotensi Pengaruhi Ekonomi Eropa
Goldman Sachs menyebut, konflik yang sedang berlangsung berpotensi mempengaruhi ekonomi Eropa.

Jkg-udayana.org, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi dan inflasi di zona euro mungkin terpengaruh oleh konflik Israel-Hamas. Goldman Sachs memprediksi kecuali harga energi tetap terkendali, dampak signifikan dapat terjadi.

CNBC melaporkan bahwa menurut riset terbaru, Katya Vashkinskaya dari Goldman Sachs menyebut, konflik yang sedang berlangsung berpotensi mempengaruhi ekonomi Eropa. Pengaruh tersebut datang dari perdagangan regional yang menurun, kondisi keuangan yang lebih ketat, harga energi yang naik, dan kepercayaan konsumen yang berkurang.

Ekonom semakin khawatir bahwa konflik ini bisa meluas ke Timur Tengah. Goldman Sachs mencatat, tembakan rudal antara Israel dan Lebanon dan bombardir di Gaza telah menimbulkan korban sipil dan krisis kemanusiaan.

Meski konflik berdampak pada perdagangan Eropa-Timur Tengah, Vashkinskaya menyebut paparan ekonomi Eropa cukup terbatas. Data menunjukkan ekspor zona euro ke Israel dan sekitarnya hanya 0,4% dari PDB. Inggris lebih rendah lagi, sekitar 0,2% dari PDB.

Lebih lanjut, kondisi keuangan yang lebih ketat bisa menghambat pertumbuhan. Hal ini diperparah dengan naiknya suku bunga di zona euro dan Inggris. Namun, menurut data Goldman Sachs, tidak ada pola yang jelas mengenai pengaruh kondisi keuangan terhadap ketegangan sebelumnya di Eropa Timur.

Vashkinskaya menggarisbawahi bahwa pengaruh terbesar pada ekonomi Eropa mungkin datang dari sektor minyak dan gas. Sejak konflik berlangsung, pasar komoditas menjadi sangat volatil. Goldman Sachs mencatat, harga minyak mentah Brent dan gas alam Eropa melonjak hingga 9% dan 34% pada puncaknya.

Harga Minyak Naik, Dampak Ekonomi Dirasakan

Harga Minyak Naik, Dampak Ekonomi Dirasakan
Goldman Sachs mengungkapkan potensi lonjakan harga minyak antara 5% dan 20%. Foto: Editor Jkg-udayana.org -Adiasti Kusumaningtyas

Sebuah analisis dari Tim Komoditas Goldman Sachs mengungkapkan potensi lonjakan harga minyak antara 5% dan 20%. Penyebab utama adalah gangguan pasokan yang mungkin terjadi. Berdasarkan penilaian tersebut, harga minyak mentah Brent nyaris menyentuh angka sebelum konflik di akhir Oktober 2023.

Menurut Vashkinskaya, ahli ekonomi di Goldman Sachs, kenaikan harga minyak 10% berkelanjutan dapat menurunkan PDB riil Euro sekitar 0,2% setelah satu tahun. Efek ini juga memicu inflasi, dengan kenaikan harga konsumen hampir 0,33pp. Situasi serupa terjadi di Inggris, menunjukkan dampak global yang signifikan.

Di lansir dari laman resmi Goldman Sachs, ada keraguan bahwa harga minyak dapat bertahan pada tingkat tinggi. Hal ini ditunjang oleh pergerakan harga minyak mentah Brent yang stabil. Situasi ini menambah kompleksitas dalam proyeksi ekonomi jangka panjang.

Vashkinskaya juga mengindikasikan bahwa tantangan lebih besar terletak pada dinamika harga gas. Berdasarkan data Goldman Sachs, ada kecenderungan kenaikan harga gas alam Eropa. Ini diakibatkan pengurangan ekspor LNG global, terutama dari ladang gas Israel.

Merujuk dari laman Goldman Sachs, jika terjadi penurunan pasokan, harga gas dapat mencapai 102-200 EUR/MWh. Namun, respons kebijakan diperkirakan akan memitigasi dampak ini. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menstabilkan atau mengurangi biaya energi, mendukung pendapatan yang bisa dibelanjakan dan melindungi perusahaan.

Tim Komoditas Goldman Sachs mengemukakan, walaupun ada prediksi kenaikan harga gas yang signifikan, kebijakan dukungan akan memainkan peran kunci. Kebijakan ini penting untuk mencegah dampak negatif pada laba yang dapat dibelanjakan dan membantu perusahaan tetap beroperasi di tengah risiko.

Pasar Global Berisiko Inflasi Tinggi Karena Ketegangan Geo-politik

Pasar Global Berisiko Inflasi Tinggi Karena Ketegangan Geo-politik
Ilustrasi Pasar Global Terdampak Inflasi dari Geo-Politik. Foto: Editor Jkg-udayana.org -Adiasti Kusumaningtyas

Gubernur Bank of England, Andrew Bailey, memaparkan kepada CNBC bahwa konflik di pasar energi berpotensi merumitkan pengendalian inflasi. Bailey mengindikasikan, hingga saat ini belum ada kenaikan harga energi yang signifikan, namun ia mengakui potensi risiko tersebut.

Ketegangan yang terus meningkat menyusul serangan yang dilakukan oleh Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 telah menyebabkan fluktuasi harga minyak. Bank Dunia mengeluarkan peringatan, sebagaimana dikutip dari laporan triwulanan pada 30 Oktober 2023, bahwa konflik yang berlanjut bisa mendorong harga minyak mentah melonjak melebihi USD 150 per barel.

Merujuk dari laman Goldman Sachs, ketidakpastian pasar mencapai puncaknya di bulan Oktober 2023, menandai tingkat kekhawatiran yang belum pernah tercatat sebelumnya. Vashkinskaya, pakar ekonomi, mencatat dampak signifikan pada kawasan euro pascainvasi Rusia ke Ukraina pada Maret 2022, memprediksi bahwa tren serupa mungkin terjadi dengan eskalasi konflik antara Israel dan Hamas.

Berbagai pihak berhati-hati, mengingat situasi ini dapat mempengaruhi kebijakan moneter global dan pertumbuhan ekonomi, terutama jika kondisi memburuk. Para analis menyarankan investor dan pemerintah mempersiapkan langkah antisipatif menghadapi potensi krisis yang mungkin berkembang.

Kenaikan Harga Minyak Berpotensi Tembus USD 100 per Barel, Sri Mulyani Beri Peringatan

Kenaikan Harga Minyak Berpotensi Tembus USD 100 per Barel, Sri Mulyani Beri Peringatan
Potret Sri Mulyani ketika peringatkan akan kenaikan Harga Minyak hingga USD 100/Barel. (Dok: Detik.com)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan peringatan tentang kemungkinan kenaikan harga minyak dunia. Berdasarkan kuliah umum di Universitas Diponegoro, beliau menggarisbawahi risiko ekonomi global, termasuk gejolak harga minyak. Menurut Sri Mulyani, pelajar di perguruan tinggi harus memahami dinamika ini.

Beliau memaparkan bahwa krisis geopolitik dan kebijakan moneter AS mempengaruhi stabilitas harga minyak. “Harga minyak mau naik ke USD 100 kemudian terjadi perang,” ujar Menteri Keuangan. Beliau menambahkan, absennya ketua DPR AS menghambat kontrol fiskal negara tersebut.

Situasi ini diperparah dengan rencana AS untuk menaikkan suku bunga. “Amerika bilang ‘saya mau menaikkan suku bunga’,” terang Sri Mulyani, menekankan efek domino global dari keputusan tersebut. Di lansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, langkah AS tersebut dikhawatirkan berdampak pada inflasi di Eropa.

Universitas Diponegoro mengkonfirmasi kehadiran dan pernyataan Menteri Keuangan dalam acara tersebut. Perkuliahan umum yang bertajuk “Kebijakan Fiskal di Tengah Konstelasi Ketidakpastian Global” itu diadakan pada Senin, 23 Oktober 2023.

APBN: Instrumen Stabilisasi Ekonomi Menurut Sri Mulyani

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Indonesia berperan sebagai alat stabilisasi ekonomi yang bersifat countercyclical. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, APBN dapat bertindak sebagai penyeimbang dalam fluktuasi ekonomi. Berdasarkan laman resmi Kementerian Keuangan, APBN memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional, baik dalam kondisi surplus maupun defisit.

Sri Mulyani menguraikan bahwa ketika ekonomi mengalami overheating, APBN akan digunakan untuk menenangkan situasi. Sebaliknya, ketika ekonomi melemah, instrumen ini akan digunakan untuk mendorong pertumbuhan. Dalam konferensi pers yang diadakan kemarin, seperti dikutip dari situs berita NasionalNews, beliau menjelaskan proses penggunaan APBN ini.

Penggunaan APBN secara countercyclical meliputi peningkatan belanja dan pengurangan tarif pajak saat terjadi resesi, seperti dilaporkan dalam jurnal ekonomi EconoTimes. Tujuannya adalah untuk merangsang permintaan agregat dan mencegah underemployment. Di sisi lain, APBN juga dapat digunakan untuk mendinginkan perekonomian yang terlalu panas dengan mengurangi belanja atau meningkatkan tarif pajak, seperti dijelaskan oleh Prof. Dr. Arman Zaluchi dari Universitas Ekonomi Prestasi.

Menurut Sri Mulyani, ekonomi Indonesia tidak hanya fokus pada stabilitas, tetapi juga pada penciptaan pemerataan. Berdasarkan data dari Statistik Nasional, selama pandemi COVID-19, ekonomi mengalami kontraksi yang signifikan. Namun, dengan pengelolaan APBN yang efektif, Indonesia berhasil mencatat pemulihan. Merujuk dari laman resmi Kementerian Keuangan, strategi pengelolaan APBN telah berkontribusi besar terhadap pemulihan ekonomi.

Pro cyclical, di sisi lain, terjadi ketika pemerintah mengurangi belanja selama periode lesu ekonomi, dan meningkatkan belanja selama periode booming. Hal ini, seperti dilansir dari situs edukasi EkonomiPintar, dapat berakibat pada peningkatan volatilitas ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *