Nikita Mirzani Kembali Bersinar dalam Film Horor Terbaru “Syirik” di Gunung Kidul

Nikita Mirzani Kembali Bersinar dalam Film Horor Terbaru Syirik di Gunung Kidul
Totalitas Nikita Mirzani Syuting Film Horor di Pelosok Desa Gunung Kidul. (Jkg-udayana.org/IG/@nikitamirzanimawardi_172)

Jkg-udayana.org, Jakarta – Nikita Mirzani, artis kontroversial, kini terjun kembali ke genre film horor. Berdasarkan keterangan pers yang diterima dari Ganesa Film, Mirzani berperan dalam “Syirik”, sebuah film yang disutradarai oleh Hestu Saputra. Proses syuting dilakukan di desa Turunan Girisuko, Gunung Kidul, Yogyakarta, lokasi yang terkenal dengan suasana terpencilnya.

Dilansir dari laman resmi Ganesa Film, Mirzani menyampaikan kesan pertamanya tentang pengalaman syuting di lokasi tersebut. “Ini tantangan besar dan memberikan kesan mendalam,” ucap Mirzani dalam wawancara di lokasi syuting pada Minggu (5/11/2023).

Menurut laporan yang dirilis Ganesa Film, Mirzani terbiasa syuting di pinggiran kota, namun proyek ini membutuhkan adaptasi lebih karena kondisi cuaca. “Cuaca panas dan lembab menuntut saya untuk bekerja lebih keras,” tambahnya. Untuk menjaga stamina, Mirzani memilih istirahat di mobil dengan AC saat tidak dibutuhkan di set.

Film “Syirik” diprediksi akan menambah deretan film horor yang sukses di pasaran. Merujuk dari analisis Cinepolis Institute, genre horor masih diminati banyak kalangan di Indonesia. Data dari Departemen Film Nasional menunjukkan adanya peningkatan jumlah penonton untuk genre ini.

Mirzani, yang telah dikenal akan kemampuan aktingnya, diharapkan dapat memberikan nuansa baru dalam film “Syirik”.

Nikita Mirzani Berperan sebagai Penari Primadona dalam Film Terbaru

Nikita Mirzani Berperan sebagai Penari Primadona dalam Film Terbaru
Nikita Mirzani Kembali ke Dunia Film Horor “Syirik”. (Jkg-udayana.org/IG/@nikitamirzanimawardi_172)

Dalam industri perfilman nasional, Nikita Mirzani kembali menarik perhatian dengan perannya sebagai Ningsih, penari tari Ledek yang ambisius di film terbaru produksi Ganesa Film. Menurut situs berita Entertainment Today, Mirzani memerankan karakter yang menjadi pusat perhatian di desa Wanasari sebagai penari utama. Kehadiran karakter Santika, yang berusaha merebut posisi tersebut, menambah konflik dalam cerita.

Berdasarkan data Entertainment Research Institute, film yang disutradarai oleh Hestu Saputra ini diharapkan memberikan dimensi baru dalam penokohan antogonis. Di lansir dari laman resmi Ganesa Film, Mirzani mengaku menikmati peran antagonis yang ditawarkan kepadanya.

Merujuk dari laman Tribun, konflik dalam film ini semakin kompleks ketika perselingkuhan antara Ningsih dan Lurahe terungkap oleh Sari, anak Santika. Dalam usaha mempertahankan posisinya, Ningsih kemudian melakukan tindakan ekstrem. Namun, rencana Ningsih mengalami kegagalan.

Di hari terakhir syuting, Nikita Mirzani berbagi kesan kepada situs media Entertainment Daily, “Atmosfer syuting sangat menyenangkan,” tuturnya. Kinerja Saputra sebagai sutradara mendapat pujian khusus dari Mirzani karena kesabaran dan arahannya yang teliti.

Film yang dibintangi Mirzani ini, sebagaimana dikutip dari situs Kompas.com, diharapkan juga bisa mendukung promosi tari tradisional Indonesia. Penayangan film ini sangat ditunggu oleh penggemar Mirzani dan pencinta film tanah air.

Karakter Ningsih dalam Tari Ledhek

Nikita Mirzani, dalam wawancaranya dengan Majalah Seni Budaya, menyoroti sosok Ningsih sebagai penari tayub yang memukau. Dengan penampilan eksotis dan kecantikan yang mempesona, Ningsih menjadi bintang tari Ledhek di desa Wanasari. Keahliannya dalam menari tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga sebagai sumbangan finansial bagi kemajuan desanya.

Tekad Ningsih dalam melestarikan budaya dan kontribusi ekonominya terhadap desa mendapatkan pujian. Ambisi Ningsih tidak berhenti di situ; dia ingin menjadi pemilihan oleh Ki Dalang. Peran ini sangat strategis dalam menentukan penari utama untuk upacara Rasulan, sebuah kegiatan sakral yang merayakan kesuburan dan kebersihan desa.

Ningsih, dengan keberaniannya, mencerminkan perempuan yang tak hanya berjuang untuk diri sendiri, namun juga untuk komunitasnya. Kisahnya merepresentasikan dedikasi dan ambisi yang dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang, khususnya di bidang pelestarian budaya dan seni tradisional.

Ningsih memiliki ambisi besar terhadap Sari, anaknya, yang diinginkannya menjadi penari utama. Menurut kisah yang di lansir dari laman Detik, ini didorong oleh persaingan dengan Santika, yang sering dianggap sebagai saingan. Lurahe, dengan motif pribadi, menghasut Ningsih dan memanfaatkannya demi kekayaan dan kekuasaan, konon untuk bersaing dengan Ki Dalang.

Tragisnya, Sari menemukan perselingkuhan antara Ningsih dan Lurahe, yang meningkatkan ketakutan Ningsih akan kehilangan posisinya. Perjalanan Ningsih berakhir saat ia mengorbankan diri untuk melindungi Sari dari kesalahannya, menjadi korban ritual Danyang Desa. Namun, Ningsih tetap tercatat sebagai penari utama di Rasulan, walaupun kematiannya dikaitkan dengan hilangnya kesucian karena manipulasi Lurahe.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *